Pada mulanya adalah makam,
bukan kata, bukan jerit tangis kehilangan rahim.

Catatan Heru Joni Putra tentang Tan Malaka memang tidak seperti tulisan-tulisan biografis tokoh lainnya yang kebanyakan diawali dari momen kelahiran ke dunia. Alih-alih, semua tanya menyeruak dari apa yang sering disebut dengan rumah terakhir manusia, yakni makam.

Di sini kita melihat pergeseran dalam narasi seorang tokoh yang semula mengisi pentas nasional bahkan internasional yang penuh dengan pergulatan politik tentang masa depan, ke pentas regional atau lokal yang penuh dengan dinamika penafsiran terhadap adat dan masa lalu. Dalam buku ini, Heru Joni Putra mengulas dinamika ini dari dekat dan menjahit dimensi historis, politik, dan kultural secara menarik.

Hilmar Farid

Formulir Pemesanan Buku "Suara yang Lebih Keras"

11 + 10 =