“Lihatlah, batu ini.”

“Coba kita tanya pendapat dia
tentang makna hidup.”

“Ahemm… saya batu. Beginilah saya… sehari-hari saya tinggal di sini.”

“Semua yang saya lakukan adalah
tidak melakukan apa pun.”

 

“Dari mana kita akan belajar hidup?” “Dari batu.” Lepas semua rutinitas, tinggalkan kesibukan yang menjemukan, carilah suatu hal yang baru. Itu cara pertama, masih ada cara-cara lain untuk keluar dari hidup yang membosankan. Buku berjudul Charles Handoyo: Sang Demotivator bisa jadi panduan untuk keluar dari hal-hal membosankan. Buku ini mengajari kita untuk membunuh rutinitas menjemukan.

Buku karangan Syarif Maulana dan Eko Priyantoro tersebut menawarkan semacam panduan agar pembaca siap menerima kegagalan. Kegagalan kadang tidak berterima pada semua orang. Kegagalan bisa diterima bagi orang yang menjalani hidup dengan santai, tidak terlalu ambisius, atau terkesan tidak ada cita-cita khusus dalam hidupnya. Adakah orang jenis ini? Saya kira ada. Namun di sisi lain, kegagalan sukar diterima bagi orang dengan mimpi yang tinggi, cita-cita yang besar, atau motivasi yang meluap-luap.

Banyak cara menyikapi persoalan dalam hidup. Setiap orang mungkin punya caranya sendiri untuk melanjutkan hidup. Bagi teman saya bernama Dandy, dia melihat saya seolah penuh dengan motivasi. Sampai suatu ketika dia menyarankan saya membaca sebuah buku berjudul Charles Handoyo: Sang Demotivator.

Layaknya Dandy, saya menyarankan buku ini layak dibaca bagi semua kalangan. Terutama bagi orang seperti saya, yang terlalu ambisius untuk menjalani kehidupan. Rencana kita di masa depan, serba tidak pasti. Oleh karenanya, akan lebih santai jika menjalani hidup dengan biasa-biasa saja.

Novel grafis ini mengisahkan tokoh bernama Charles Handoyo. Dia merupakan mantan motivator yang bertobat karena mendapat banyak cobaan dan kegagalan dalam hidup. Di masa-masa keterpurukannya, Charles baru sadar bahwa kata-kata para motivator tidak ada satu pun yang ampuh untuk mengatasi persoalan.

Perlu, karena hidup tidak selamanya sesuai dengan rencana. Kadang ada saja batu sandungan dan kerikil kecil yang menghambat. Demotivasi mengarahkan kita untuk lebih berterima dengan kegagalan. Dalam hidup ini, tidak selamanya kita bertemu dengan keberhasilan, adakalanya gagal. Demotivasi menjadikan kita lebih sadar pada lika-liku kehidupan.

Seperti yang dilakukan Charles Handoyo, dia banting setir mendalami demotivasi dan menjadi seorang demotivator. Persoalan hidup dan rentetan kegagalan yang dialami Handoyo jadi bisa diterima. Saya bocorkan sedikit ceritanya.

Charles Handoyo adalah seorang motivator kondang, yang hidup dari satu panggung ke panggung lainnya untuk mengisi kalimat motivasi. Suatu ketika, Charles Handoyo mengalami banyak cobaan hidup. Dari seorang motivator, dia mengalami banyak kegagalan dan profesinya sebagai motivator tidak mampu menolongnya.

Masalah itu membuat dia jadi sadar kalau kata-kata alias cocot tidak mampu mengatasi persoalan hidup. Dia akhirnya banting setir menjadi seorang demotivator dan menjalani hidup biasa-biasa saja, bahkan bisa dikatakan hidup ala kadarnya.

Setidaknya ada tiga hal menarik yang saya dapatkan setelah membaca novel grafis ini. Pertama, pemilihan nama Charles Handoyo, gabungan antara nama asing dan nama ala-ala orang Jawa. Membuat si tokoh dalam novel ini jadi tambah konyol. Syarif dan Eko cukup peka membuat nama yang konyol sekaligus menghibur bagi pembaca. Kedua, mengajari pembacanya untuk lebih ikhlas menjalani hidup. Di tengah gempuran orang yang menjelma motivator ‘di media sosial’, kita kadang mencari hal-hal yang tidak pasti dalam hidup. Dari motivator di medsos, kita akhirnya menciptakan mimpi yang tinggi, hidup yang berapi-api, hingga toxic pada diri sendiri. Tokoh dalam novel ini, saya pikir secara sengaja digambarkan sebagai sosok yang sukses mendulang prestasi sejak masih anak-anak. Dia dengan mudah meraih kesuksesan hidup. Namun, saat satu masalah menghampiri hidupnya, dia tidak menyerah, terpuruk, dan tidak mampu mengatasinya. Ketiga, buku ini semacam satire bagi siapa pun yang sering melakukan onani motivasi. Onani motivasi setiap hari dengan cara mengunggah postingan kalimat-kalimat penyemangat hidup, kalimat agar orang lain tidak mudah menyerah dan segala macamnya. Padahal kehidupannya sendiri tidak baik-baik saja.

Motivasi yang berlebihan pada saatnya tidak akan berguna sebagai jalan keluar dalam hidup. Hidup yang terkesan fluktuatif; kadang di bawah, kadang di atas, memang perlu disikapi dengan biasa saja. Melalui Charles Handoyo: Sang Demotivator, mari beramai-ramai kita mengalami demotivasi.

 

Syarif Maulana dan Demotivasi

Saya mencari arti kata demotivasi, tapi mesin pencarian Google mengarahkan pada makna buruk dari penggunaan kata demotivasi: Berikut 5 Cara Ampuh Mengatasi Demotivasi! Ini 7 Cara Agar Kamu Tidak Mengalami Demotivasi!…  dan seterusnya. Demotivasi diartikan sebagai kondisi kehilangan motivasi yang dialami oleh seseorang. Pertanyaannya, perlukah kita melakukan demotivasi?

Syarif sebagai salah satu kreator buku ini, bukan kali pertama mengudarkan racun demotivasi. Melalui dua buku sebelumnya yang berjudul Kumpulan Kalimat Demotivasi: Panduan Menjalani Hidup dengan Biasa-biasa Saja; dan Kumpulan Kalimat Demotivasi II: Panduan Hidup Bahagia untuk Medioker dia telah menyebarkan virus-virus demotivasi.

Dua buku sebelumnya adalah buku untuk menjalani hidup yang lebih realistis. Saya melihat dengan tegas, garis rambu, dan batas-batas dari sang penulis. Dia memosisikan demotivasi sebagai kiat perlawanan vis a vis dengan kalimat motivasional, dan kutipan-kutipan mutiara yang menyesatkan.

Soal motivasi dan demotivasi, saya jadi teringat Mario Teguh, sosok yang pada masanya banyak diidamkan-idamkan orang sebagai seorang motivator ulung. Sampai suatu ketika, dia tersandung kasus dengan sang anak. Dari situlah hidup Mario Teguh dan tayangan televisi Mario Teguh mulai jarang terlihat lagi.

Tidak hanya dia, kalimat motivasi dengan gampang bisa kita temui melalui Google, Instagram, TikTok, Facebook, Twitter, atau iklan-iklan yang bertebaran; kalimat-kalimat yang menawarkan kita untuk terjebak pada impian-impian kosong yang kadang tidak realistis, bahkan kadang terkesan utopis.

Dengan demotivasi, Syarif Maulana & Eko Priyantoro telah menawarkan perlawanan secara langsung pada motivasi. Namun, alih-alih pembaca jadi tidak bersemangat menjalankan hidup, saya justru melihatnya sebagai kiat menjalani hidup dengan lebih ikhlas dan realistis. Simak misalnya satu kutipan berikut dari buku ini.

Jangan terlalu percaya dengan nasihat orang lain,
apalagi yang omongannya lebih kencang daripada buktinya

(Charles Handoyo)

Lewat tokoh Charles Handoyo yang beralih dari seorang motivator menjadi demotivator, kita akan merasakan betapa hidup yang dikejar-kejar target, diburu-buru deadline, dan pencapaian besar, sebenarnya kadang berakhir dengan percuma. Sebaliknya, hidup dengan santai dan menjalani hidup dengan apa adanya, lebih mengasyikkan.

Saya rasa novel grafis karya Syarif Maulana & Eko Priyantoro perlu sampai di tangan-tangan pembaca semua umur. Orang tua, orang dewasa, anak remaja, bahkan mungkin juga anak-anak pun mesti membaca. Kalimatnya mudah dipahami, lengkap dengan grafis yang kartunal, kita akan berjalan-jalan di semesta Charles Handoyo dengan perasaan tenang dan melegakan.

 

DANI ALFIAN
Jurnalis & Penulis Lepas