APA YANG TERLINTAS di benak Anda jika membaca, mendengar sambil mengingat judul-judul film ini: Benyamin Biang Kerok, Samson Betawi, Ratu Amplop, Mana Tahan, sampai Memble Tapi Kece?
Benyamin Sueb, Warkop DKI? Jaja Miharja? Ratmi B 29? Lawak dan humor? Lebih lanjut apa hubungannya dengan Usmar Ismail, tokoh film Indonesia? Demikian, barangkali bermacam kesan yang timbul di benak publik sebelum membaca buku yang ditulis Umi Lestari, penulis dan pengajar program studi film.
Selain seolah tenggelam di balik popularitas bintang komedi yang pernah digarapnya, namanya sebagai sutradara juga di bawah bayang-bayang nama Nya Abbas Akup-yang dikenal sebagai tokoh film komedi Indonesia, pun sutradara Syamsul Fuad yang juga sering menangani film-film Benyamin S. Nyaris tiada yang mengingat sutradaranya, Nawi Ismail.
Padahal khalayak hingga kini masih menikmati beberapa karyanya yang masih tayang ulang di berbagai televisi swasta atau platform digital. Buku Umi ini mencoba mengajak Anda lebih jauh mengenal sosoknya yang tak hanya tenggelam-melainkan juga terpinggirkan dalam film Indonesia. Lebih jauh, penulis buku ini juga mengajak kita mengenali kiprahnya yang cukup lama terbentang dalam sejarah film kita.
Nasibnya kurang lebih sama dengan Rempo Urip- sutradara Persari- dilupakan dan terpinggirkan pengamat film. Kalau Rempo Urip adalah sutradara film-film silat dan laga, sedangkan Nawi adalah sutradara film komedi. Karena keduanya penghasil film-film komersil, namanya cenderung dijauhkan kritikus film saat itu yang berupaya mengangkat kreator seni- salah satunya film kategori “adiluhung”.
Zaman sudah berubah. Dulu memang dibutuhkan data-data mereka sebagai pemula atau dengan hormat kita menyebutnya “kanon”. Era 1960-1970-an ada banyak tokoh berpengaruh pada generasi sesudahnya dan memang saat itu yang dibutuhkan adalah catatan tentang para kanon di seni rupa, musik, drama, sastra juga film.
Kini yang dibutuhkan adalah pandangan lain tentang perkembangan masing-masing seni itu sendiri beserta alasan- mengapa salah satunya Nawi Ismail yang kebetulan nama famnya juga sama dengan tokoh film Usmar Ismail- tak tercatat.
Mengapa Nawi Ismail
Alasan “karena Nawi pembuat film komersil” memang tak ada di buku ini. Tapi berbekal data yang ada, cukup beralasan ia tak tercatat dalam sejarah karena pilihannya itu. Saat itu film-film komedi Benyamin dan Warkop karya Nawi dianggap sekedar hiburan semata dengan mengolok-olok situasi sosial yang berkembang di masyarakat saat itu.
Karya Nawi berada dalam posisi “hiburan komersil” (jika dibandingkan karya Usmar Ismail, ataupun nama besar lainnya seperti Wim Umboh atau Teguh Karya) sedangkan Umi Lestari di buku ini punya alasan lain. (bersambung)**
Tulisan ini pernah disiarkan di Tinemu.com pada 16 Januari 2024
Donny Anggoro
Penulis, Pengelola Toko Buku dan Musik Bakoel Didit